Bucin Andalusia

Oleh Gian Bakti

14 Februari 1502. Bisa dibilang adalah puncak dampak reconquista, upaya pemadaman cahaya Islam setelah berabad-abad menjadi suar di Andalusia. Penguasa Katolik mengeluarkan keputusan yang memaksa umat Islam pada dua opsi: pindah keyakinan ke Katolik atau pergi dari Spanyol. Dekret tersebut menjadi babak baru Inkuisisi Spanyol terhadap umat Islam dimana sebelumnya hak-hak mereka selalu dilindungi oleh isi Perjanjian Granada tahun 1491. Maka seperti orang Protestan dan Yahudi, umat Islam yang kedapatan masih beribadah akan dibakar, disiksa, dan bersiap atas hukuman mengerikan lainnya.

Kala Raja Ferdinand dari Aragon dan Ratu Isabella dari Castilla memutuskan untuk menikah pada tahun 1469, mereka punya sebuah Relationship Goals, yaitu menaklukan seluruh kekuasaan Dinasti Al-Andalus. Lalu keinginan itu mewujud tahun 1492, setahun setelah kapitulasi di Granada. Ada hal menarik bagaimana mereka menentukan hari penyerangan yang tepat, hari yang kelam bagi jantung Granada, Al-Hambra yang indah.

Mereka melakukan sensus kepada pemuda-pemudi di Granada dan sekitarnya, apa sebenarnya yang sedang mereka gandrungi. Suatu ketika salah satu tim surveyor Kerajaan Katholik melihat seorang pemuda menangis lalu ditanyakanlah apa sebabnya, "Panahku sering sekali meleset akhir-akhir ini, padahal biasanya di lain hari anak panahku selalu akurat mengoyak sasaran," jawab si pemuda. Maka disampaikan laporan bahwa penaklukan tak bisa dieksekusi sekarang. Pemuda Islam masih bergairah untuk membela keyakinannya, dan itu representasi bahwa umat Islam masih mencintai mati syahid.

Syahdan, waktu pun berlalu sejak kejadian itu. Makin banyak sultan yang saling berebut kekuasaan, dan pemuda-pemudi Islam mulai dilalaikan oleh budaya pop produk orang-orang Katholik. Para pemuda perlahan mulai menikmati kesiasiaan, mulai meninggalkan batasan pergaulan, dan sebagian telah resmi menjadi pengikut setia hawa nafsu. Sehingga mereka menjadi lupa akan jati dirinya, yang ada di hati mereka adalah kecintaan pada dunia, bukan lagi kerinduan pada wewangian surga dan seluruh kenikmatannya. Maka terbentuklah sebuah generasi yang lemah di Andalusia, generasi budak cinta, sebut saja Bucin Andalusia.

Maka saat tim surveyor kembali berkeliling, terlihat kembali ada pemuda menangis, ditanyakan apa sebabnya, "Aku bersedih sebab pujaan hatiku meninggalkanku, hatiku remuk redam dibuatnya," rengek si pemuda. Maka dibuatlah laporan, bahwa inilah saat yang tepat menyerang kota-kota kaum muslimin Andalusia. Karena telah nyata degradasi motivasi mereka. Kini mereka begitu mencintai dunia sehingga takut akan kematian. Maka setelahnya bergulung-gulung kota-kota muslimin ditaklukan, tak mampu lagi serangan musuh dibendung oleh hati yang lemah, tak turun lagi rahmat Allah pada pejuang yang hanya sekedar berperang tanpa iman di dada.

Hingga Sultan Abu Abdillah menyerahkan seluruh kekuasaannya pada tahun 1492. Puerto del Suspiro del Moro menjadi saksi rintihan terakhir bangsa Moor. Dari bukit sendu itu ia tengok kembali Al-Hambra sembari menunggang kuda, mungkin untuk terakhir kalinya, tak sadar menetes bulir hangat di pipinya.

Semuanya telah berakhir. Sang Ibu yang membersamai kepergian Sang Sultan terakhir Granada, tak ingin kesedihan di depan matanya itu berlarut-larut. Maka tumpahlah kekesalan itu lewat lisannya, "Wahai anakku! Jaganlah engkau tangisi seperti perempuan, apa-apa yang tak bisa kau pertahankan sebagai seorang laki-laki," kata-kata itu menggema di langit Andalusia yang selalu merindukan adzan dan menusuk ke setiap telinga nurani pemuda-pemudi Islam hari ini.

Komentar